Pekat

Sejak saat itu seakan hati membuat pertahanannya sendiri sebuah tebing yang menjulang tinggi dan semakin hari semakin kuat. Hingga pada suatu saat aku kembali dipertemukan dengan orang lama, dari sekedar mengisi kekosongan yang bahkan bisa dikategorikan iseng, dan lama kelamaan berujung pada rasa diperhatikan kembali dan membuat dinding yang selama ini dibangun tinggi dan kokoh perlahan runtuh, belum semuanya hanya sebagian kecil,namun tiap hari runtuhan itu semakin sering. Sampai pada suatu ketika aku terdiam kembali melihat history percakapan ku dengannya, dia yang seolah memberikan lampu hijau tapi ada kalanya dia juga yang membuat ku ragu dari sikapnya, memang sejak beberapa tahun lalu kita belum pernah bertatapan lagi. Namun entah atas dasar apa kenyamanan itu datang dengan sendirinya, namun keraguan dalam hati pun juga timbul semakin besar yang menempatkan ku pada persimpangan jalan yang sulit untuk kupilih, satu sisi aku ingin meninggalkan semua ini kembali membangun tebing yang telah runtuh dan kembali menjadi aku yang sebelumnya tapi apakah aku sanggup mengakhiri semuanya ketika masih terasa indah, namun disisi lain aku tidak ingin semua ini berakhir karena semua ini terasa menyenangkan, menyenangkan selalu diperhatikan, menyenangkan mendengarkan cerita-cerita yang belum pernah aku dengar sebelumnya.
Menyebalkan bila aku selalu ditempatkan pada persimpangan ini, serasa bernafas dalam pekatnya asap yang menyesakkan. Entah apa yang akan terjadi selanjutnya jika nantinya mata kita kembali bertemu, apakah rasa ini masih sama atau bahkan aku kembali menjadi aku yang dulu yang selalu berada pada lingkaran kenyamananku menghadapi apapun. Waktu yang akhirnya akan menentukan kemana kisah ini bermuara, semoga rasa yang kamu ciptakan ini tidak membuatku tersedak karena sesak, dan semoga kamu menjadi oksigen untuk ku bernafas diantara sesaknya rasamu yang membingungkan yang berhasil membuatku kehilangan mata angin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat Terbuka Untukmu

Siapa Aku?

Sajak Lalu